Rabu, 26 November 2014
Rendahnya Romantisme di Jepang
Di Tokyo, betapapun kita tampil menarik, tak akan ada lawan jenis yang melirik. Para pria di Tokyo tak akan bergeming meski ada wanita cantik di hadapan mereka. Para wanita juga demikian, tak ada reaksi saat mereka melihat pria tampan didepannya. Tapi tetep ada pengecualian satu atau dua saja, tidak banyak, dengan kata lain secara umum itu jarang terjadi.
Di jalan, kereta dan bus kota semua orang duduk diam tanpa ekspresi atau asik dengan gadget, telepon, buku dan kesibukan masing-masing. Di restoran-restoran kawasan Marunoichi, pada waktu jam istirahat makan siang, banyak terlihat kaum lelaki bergerombol bersama lelaki, sedangkan yang wanita juga demikian, bergerombol bersama wanita.
Relationship / hubungan pria dan wanita di Jepang memang unik dan penuh cerita. Tradisi masyarakat samurai atau Bukeshakai telah membentuk cara pandang pria terhadap wanita, demikian pula sebaliknya. Ada ungkapan lama di Jepang yang berbunyi “Daidokoro wa onna no seiiki” atau “dapur adalah tempat bagi wanita”.
Status sosial kaum wanita di Jepang, dibandingkan dengan di negara maju lainnya, masih paling rendah. Meski pemerintah Jepang setelah Perang Dunia II telah mengeluarkan UU yang menjamin kesetaraan antara pria dan wanita, perbedaan status sosial gender masih terlihat mencolok di muka umum. Di dunia kerja, masih sulit bagi kaum wanita untuk bisa setara dengan pria, Selain dari tradisi samurai, mengamati romatisme dan struktur bahasa Jepang juga menarik.
Dalam bahasa Jepang, sulit mencari kata-kata romantis ataupun kosakata Jepang yang berfungsi untuk merayu. Dalam memanggil wanita, contohnya kata-kata gombal seperti “Sayang, cinta, manis, kekasih hatiku, pujaan hatiku, belahan jiwaku” dan yang lainnya, jika dalam bahasa Inggris itu sejenis dengan “darling, honey, baby, sweet heart” dan lain-lain. Di Jepang panggilan seperti itu tidak ada! wanita Jepang justru merasa aneh jika ada pria yang menggunakan kata-kata manis atau merayu. Kata-kata I love you juga sangat jarang digunakan oleh pria-pria Jepang, ungkapan kata I love You di utarakan kepada pasangan yang akan dinikahi. Jika pacaran biasa, belum terpikirkan untuk menikah hanya menggunakan ungkapan I Like You.
Jepang memang fasih menunjukkan nilai-nilai seperti ketekunan, kerja keras, atau semangat pantang menyerah, dalam tiap sandi kehidupan mereka. Tapi tidak dengan Romantisme. Menjadi hangat dan romantis, menunjukkan kelembutan, rayuan dan pandangan mata penuh kasih sayang kepada kekasih, nampaknya bukan merupakan ciri umum masyarakat jepang.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar